Mencintai Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam merupakan kewajiban bagi setiap muslim dan semuanya
mengaku ingin mencintainya, namun tidak semua pengakuan cinta dianggap benar
dan tidak semua keinginan baik itu baik. Oleh karena itu diperlukan bukti dan
tanda yang dapat dijadikan standar kebenaran pengakuan cinta Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam , sebab bila pengakuan tidak dibuktikan dengan bukti, maka
tentulah banyak orang membuat kerusakan dan keonaran dengan pengakuan-pengakuan
dusta, sebagaimana disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
لَوْ يُعْطَى النَّاسُ بِدَعْوَاهُمْ لَادَّعَى نَاسٌ دِمَاءَ
رِجَالٍ وَأَمْوَالَهُمْ رواه البخاري و مسلم
Seandainya manusia
diberikan semua pengakuannya tentulah banyak orang yang menuntut darah dan
harta orang lain. HR Al Bukhari,
kitab Tafsier Al Qur’an no. 1487 dan Muslim kitab Al Aqdhiyah, Bab Al Yamien
‘Ala Al Muda’I no. 3228
Karena itu, wajib
atas setiap muslim mengetahu bukti dan tanda kecintaan kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dan mengamalkan serta merealisasikannya dalam kehidupan
sehari-harinya. Sebab bukti dan tanda-tanda tersebut menunjukkan kecintaannya
yang hakiki sehingga semakin banyak memiliki bukti dan tanda tersebut maka
semakin tinggi dan sempurna kecintaannya kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam.
Diantara bukti dan
tanda-tanda tersebut adalah:
1. Mencontoh dan
menjalankan sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam . Mencontoh, mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan
berjalan diatas manhaj beliau serta berpegang teguh dan mengikuti seluruh
pernyataan dan perbuatan beliau adalah awal tanda cinta Rasul sehingga orang
yang benar mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah
orang yang mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam secara
lahiriyah dan batiniyah serta selalu menyesuaikan perkataan dan perbuatannya
dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal ini
dijelaskan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits Anas bin
Malik, beliau radhiyallahu ‘anhu berkata:
قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَا بُنَيَّ إِنْ قَدَرْتَ أَنْ تُصْبِحَ وَتُمْسِيَ لَيْسَ فِي قَلْبِكَ غِشٌّ
لِأَحَدٍ فَافْعَلْ ثُمَّ قَالَ لِي يَا بُنَيَّ وَذَلِكَ مِنْ سُنَّتِي وَمَنْ أَحْيَا
سُنَّتِي فَقَدْ أَحَبَّنِي وَمَنْ أَحَبَّنِي كَانَ مَعِي فِي الْجَنَّةِ
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadaku: Wahai anakkku, jika kamu mampu
pada pagi sampai sore hari tida ada dihatimu sifat berkhiyanat pada seorangpun
maka perbuatlah. Kemudian beliau n berkata kepadaku lagi: Wahai anakku! Itu
termasuk sunnahku dan siapa yang menghidupkan sunnahku maka ia telah mencintaiku
dan siapa yang telah mencintaiku maka aku bersamanya disyurga. HR Al Tirmidzi, kitab Al Ilmu, Bab Ma
jaa Fil Akhdzi bissunnah Wajtinaab Al Bida’ no. 2678
Orang yang mencintai
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang semangat
berpegang teguh dan menghidupkan sunnah dan itu diwujudkan dengan mengamalkan
sunnahnya, melaksanakan perintah dan menjauhi larangannya dalam pernyataan dan
perbuatan serta mendahulukan itu semua dari hawa nafsu dan kelezatannya
sebagaimana firman Allah :
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ
وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ
تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ
وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ
بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
Katakanlah:”Jika
bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluarga, harta
kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan
rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai lebih
daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah
sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang fasik.
(QS. At-Taubah:24)
Menghidupkan sunnah
dan mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam setiap
langkah kehidupannya adalah bukti kecintaannya kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam sebagaimana juga menjadi bukti kecintaan kepada
Allah. Allah berfirman:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي
يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah:”Jika kamu
(benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali Imran: 31)
Berdasarkan hal ini,
kecintaan kepada Allah dan RasulNya menuntut konsekwensi mengamalkan hal-hal
yang dicintai dan menjauhi yang dilarang dan dibenci dan tidak mungkin ada
orang yang mencintai Rasulnya adalah orang yang tidak mau mengikuti sunnahnya
atau bahkan melakukan kebid’ahan dengan sengaja.
2. Banyak ingat dan
menyebutnya, karena orang yang mencintai sesuatu tentu akan memperbanyak ingat
dan menyebutnya dan senantiasa ingat kepadanya merupakan sebab sinambungnya
kecintaan dan pertumbuhannya.
3. Menyampaikan
sholawat dan salam kepada beliau untuk mengamalkan firman Allah:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Sesungguhnya Allah
dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman,
bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (QSAl-Ahzaab:56)
Dan hadits Nabi yang
berbunyi :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِذَا ذَهَبَ ثُلُثَا اللَّيْلِ قَامَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا
اللَّهَ اذْكُرُوا اللَّهَ جَاءَتْ الرَّاجِفَةُ تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ جَاءَ الْمَوْتُ
بِمَا فِيهِ جَاءَ الْمَوْتُ بِمَا فِيهِ قَالَ أُبَيٌّ قُلْتُ يَا رَسُولَ
اللَّهِ إِنِّي أُكْثِرُ الصَّلَاةَ عَلَيْكَ فَكَمْ أَجْعَلُ لَكَ مِنْ صَلَاتِي
فَقَالَ مَا شِئْتَ قَالَ قُلْتُ الرُّبُعَ قَالَ مَا شِئْتَ فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ
خَيْرٌ لَكَ قُلْتُ النِّصْفَ قَالَ مَا شِئْتَ فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ
قَالَ قُلْتُ فَالثُّلُثَيْنِ قَالَ مَا شِئْتَ فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ
قُلْتُ أَجْعَلُ لَكَ صَلَاتِي كُلَّهَا قَالَ إِذًا تُكْفَى هَمَّكَ وَيُغْفَرُ
لَكَ ذَنْبُكَ
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam dulu bila berlalu dua pertiga malam, beliau bangun
dan berkata: Wahai sekalian manusia berdzikirlah kepada Allah, berdzikirlah
kepada Allah. Pasti datang tiupan sangkakala pertama yang diikuti dengan yang
kedua, datang kematian dengan kengeriannya, datang kematian dengan
kengeriannya. Ubai berkata: Aku berkata: Wahai Rasululloh aku memperbanyak
sholawat untukmu, berapa banyak aku bersholawat untukmu? Beliau menjawab:
Sesukamu. Lalu Ubai berkata lagi: aku berkata: seperempat. Beliau berkata:
terserah, tapi kalau kamu tambah maka itu lebih baik. Aku berkata: setengah.
Beliau menjawab lagi: terserah, tapi kalau kamu tambah maka lebih baik bagimu.
Maka aku berkata lagi: kalau begitu dua pertiga. Beliau menjawab: Terserah,
kalau kamu tambah maka lebih baik bagimu. Lalu akau berkata: Saya jadikan
seluruh (do’aku) adalah sholawat untukmu. Maka Rasululloh menjawab: Kalau
begitu (sholawat) itu mencukupkan keinginamu (dunia dan akherat) dan Allah akan
mengampuni dosamu. HR Al Tirmidzi ,
kitab Sifat Al Qiyaamh no. 2457 dan Syeikh Al Albani dalam Silsilah Ahadits
Shohihah (no.954) menyatakan: Sanadnya hasan karena perbedaan ulama yang
terkenal tentang Ibnu Uqail.
Ibnu Al Qayyim rahimahullah
menyatakan: Syeikh kami Abul Abas Ibnu Taimiyah rahimahullah ditanya tentang
tafsir hadits ini, beliau menjawab: Ubai waktu itu memiliki doa yang digunakan
untuk dirinya sendiri, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya: Apakah
ia menjadikan seperempat do’anya untuk bersholawat untuk beliau shallallahu
‘alaihi wasallam, lalu beliau n berkata lagi: jika kamu tambah maka itu lebih
baik bagimu. Ia menjawab: separuhnya. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam
berkata: jika kamu tambah maka itu lebih baik bagimu. Sampai kemudian
menyatakan: aku jadikan doaku semuanya untuk sholawat untukmu. Lalu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: kalau begitu itu mencukupkan kamu dari
semua keinginanmu dan Allah mengampuni dosamu. Hal ini karena orang yang
bersholawat satu kali untuk Nabi n akan mendapatkan sholawat dari Allah sepuluh
kali dan siapa yang mendapat sholawat Allah maka tentunya akan dapat mencukupi
semua keinginannya dan diampuni dosanya, inilah pengertia ucapan beliau.
(Lihat: Jala’ Al AFhaam fi Fadhli Al Sholat Wa Al Salam ‘Ala Khoiril Anam,
Ibnul Qayyim, tahqiq Zaid bin Ahmad Al Nasyiri, cetakan pertama tahun 1425H Dar
‘Alam Al Fawaaid, hal 76.)
4. Menyebut keutamaan
dan kekhususan serta sifat, akhlak dam prilaku utama yang Allah berikan kepada
beliau, juga mu’jizat serta bukti kenabian untuk mengenal kedudukan dan
martabat beliau n serta untuk mencontoh sifat dan akhlak beliau. Demikian juga
untuk mengenalkan orang lain dan mengingatkan mereka tentang hal itu agar
mereka semakin iman dan bertambah kecintaan kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam.
Ibnul Qayyim rahimahullah ketika menyebutkan faedah yang didapat dari Sholawat untuk Nabi n menyatakan: Seorang ketika memperbanyak menyebut kekasihnya, mengingatnya dihati dan mengingat kebaikan-kebaikan dan factor-faktor yang menumbuhkan perasaan cinta kepadanya maka semakin berlipat ganda kecintaannya kepada kekasihnya tersebut dan bertambah rindu kepadanya serta menguasai seluruh hatinya. Apabila ia tidak sama sekali menyebutnya dan tidak mengingatnya dan mengingat kebaikan-kebaikan sang kekasih dihatinya maka akan berkurang rasa cinta dihatinya. Memang tidak ada yang dapat menyenangkannya lebih dari melihat kekasihnya tersebut dan tidak juga ada yang menyejukkan hatinya lebih dari menyebut dan mengingat sang kekasih dan kebaikan-kebaikannya. Apabila kuat hal ini dihatinya maka lisannya langsung akan memuji dan menyebut kebaikan-kebaikannya. Bertambah dan berkurangnya hal ini sesuai dengan bertambah dan berkurangnya rasa cinta dihatinya dan indera kita menjadi saksi kebenaran hal itu.
Ibnul Qayyim rahimahullah ketika menyebutkan faedah yang didapat dari Sholawat untuk Nabi n menyatakan: Seorang ketika memperbanyak menyebut kekasihnya, mengingatnya dihati dan mengingat kebaikan-kebaikan dan factor-faktor yang menumbuhkan perasaan cinta kepadanya maka semakin berlipat ganda kecintaannya kepada kekasihnya tersebut dan bertambah rindu kepadanya serta menguasai seluruh hatinya. Apabila ia tidak sama sekali menyebutnya dan tidak mengingatnya dan mengingat kebaikan-kebaikan sang kekasih dihatinya maka akan berkurang rasa cinta dihatinya. Memang tidak ada yang dapat menyenangkannya lebih dari melihat kekasihnya tersebut dan tidak juga ada yang menyejukkan hatinya lebih dari menyebut dan mengingat sang kekasih dan kebaikan-kebaikannya. Apabila kuat hal ini dihatinya maka lisannya langsung akan memuji dan menyebut kebaikan-kebaikannya. Bertambah dan berkurangnya hal ini sesuai dengan bertambah dan berkurangnya rasa cinta dihatinya dan indera kita menjadi saksi kebenaran hal itu.
5. Bersikap sopan
santun dan beradab dengan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam baik dalam
menyebut nama atau memanggilnya, sebab Allah berfirman:
لا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ
بَعْضِكُمْ بَعْضًا قَدْ يَعْلَمُ اللَّهُ الَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنْكُمْ
لِوَاذًا فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ
أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Janganlah kamu
jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada
sebahagian (yang lain).Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang
berangsur-angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka
hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan
atau ditimpa azab yang pedih.
(QS. AnNuur: 63)
Ibnul Qayyim rahimahullah
menyatakan: Adab tertinggi terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam adalah menerima penuh, tunduk patuh kepada perintahnya dan menerima
beritanya dengan penuh penerimaan dan pembenaran tanpa ada penentangan dengan
khayalan batil yang dinamakan ma’qul (masuk akal), syubhat, keraguan atau
mendahulukan pendapat para intelektual dan kotoran pemikiran mereka, sehingga
hany berhukum dan menerima, tunduk dan taat kepada beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam.
6. Berharap melihat
beliau dan rindu berjumpa dengannya walaupun harus membayarnya dengan harta dan
keluarga. Tanda kecintaan ini dijelaskan langsung Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dalam sabda beliau:
مِنْ أَشَدِّ أُمَّتِي لِي حُبًّا نَاسٌ يَكُونُونَ بَعْدِي
يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ رَآنِي بِأَهْلِهِ وَمَالِهِ
Diantara umatku yang
paling mencintaiku adalah orang-orang yang hidup setelahku, salah seorang dari
mereka sangat ingin melihatku walaupun menebus dengan keluarga dan harta. HR Muslim, kitab Al Jannah wa Shifat
Na’imiha Wqa Ahliha, Bab Fiman Yawaddu Ru’yat Al Nabi Biahlihi wa malihi. No.
5060
Demikian juga dalam
hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ فِي يَدِهِ لَيَأْتِيَنَّ عَلَى
أَحَدِكُمْ يَوْمٌ وَلَا يَرَانِي ثُمَّ لَأَنْ يَرَانِي أَحَبُّ إِلَيْهِ مَنْ
أَهْلِهِ وَمَالِهِ
Demi Dzat yang jiwa
Muhammad ditanganNya (Allah), pasti akan datang pada salah seorang dari kalian
satu waktu dan ia tidak melihatku, kemudian melihat aku lebih ia cintai dari
keluarga dan hartanya.
HR Muslim, kitab Al Fadhoil, bab Fadhlu Al Nadzor Ila Nabi n wa Tamanihi no.
4359.
7. Nasehat untuk
Allah, kitabNya, RasulNya dan pemimpin kaum muslimin serta umumnya kaum
muslimin.
8. Belajar Al Qur’an,
sinambung membacanya dan memahami maknanya. Demikian juga belajar sunnahnya,
mengajarkannya dan mencintai ahlinya (ahlu sunnah). Imam Al Qadhi Iyaad rahimahullah
menyatakan: Diantara tanda-tanda mencintai rasululloh adalah mencintai Al
Qur’an yang diturunkan kepadanya dan beliau mengambil petunjuk dan menunjuki
(manusia) dengannya serta berakhlak dengannya sehingga A’isyah menyatakan:
إِنَّ خُلُقُ نِبِيِّ الله كَانَ القُرْآن
Sesungguhnya Akhlak
beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Al Qur’an. HR Muslim, kitab Sholat Al Musafirin,
Bab Jaami’ sholat Al Lail no.1233
Ibnu Mas’ud radhiyallahu
‘anhu berkata: “Janganlah seseorang menanyakan untuk dirinya kecuali Al
Qur’an, apabila ia mencintai Al Qur’an maka ia mencintai Allah dan RasulNya”.
(lihat: Huquq Al Nabi 1/343)
9. Mencintai orang
yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam cintai, diantaranya:
a. Ahli baitnya
(kerabat)
Imam Al Baihaqi rahimahullah
berkata: “Dan masuk dalam lingkupan kecintaan kepada beliau n adalah
mencintai ahli bait”.(lihat: Syu’abil Iman, Al Baihaqi 1/282) Sedangkan Ibn
Taimiyah rahimahullah menyatakan: “Diantara ushul ahlus Sunnah wal
Jama’ah , mereka mencintai ahli bait Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
dan memberikan loyalitas pada mereka serta menjaga wasiat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam tentang mereka.” (lihat: Majmu’ fatawa 3/407)
Kemudian beliau rahimahullah menyatakan: Ahlul bait Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki hak-hak yang wajib dipelihara, karena Allah menjadikan untuk mereka hak dalam Al Khumus, Al fei’ dan memerintahkan bersholawat untuk mereka bersama sholawat untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam . lalu mendefinisikan ahli bait dengan menyatakan: Ahli bait Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang diharamkan mengambil shodaqah, demikian pendapat imam Al Syaafi’I dan Ahmad bin Hambal serta yang lainnya dari para ulama.
Kemudian beliau rahimahullah menyatakan: Ahlul bait Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki hak-hak yang wajib dipelihara, karena Allah menjadikan untuk mereka hak dalam Al Khumus, Al fei’ dan memerintahkan bersholawat untuk mereka bersama sholawat untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam . lalu mendefinisikan ahli bait dengan menyatakan: Ahli bait Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang diharamkan mengambil shodaqah, demikian pendapat imam Al Syaafi’I dan Ahmad bin Hambal serta yang lainnya dari para ulama.
b. Para istri beliau shallallahu
‘alaihi wasallam
Ahlus Sunnah Wal
Jama’ah menjaga keutamaan dan hak-hak mereka dan meyakini mereka tidak sama
seperti para wanita lainnya, sebab Allah telah membedakannya dalam firmanNya:
يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ
Hai isteri-isteri
Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, (QS. Al Ahzab: 32)
Dan menjadikannya
sebagai ibu kaum mukminin dalam firmanNya:
وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ
Dan isteri-isterinya
adalah ibu-ibu mereka.
(QS. Al Ahzaab: 6)
Demikian juga
menjadikan pengharaman menikahi mereka setelah wafat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam sampai hari kiamat dalam firmanNya:
وَمَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا رَسُولَ اللَّهِ وَلا أَنْ
تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ بَعْدِهِ أَبَدًا إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ عِنْدَ
اللَّهِ عَظِيمًا
Dan tidak boleh kamu
menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri-isterinya
selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar
(dosanya) di sisi Allah.
(QS. Al Ahzaab: 53)
Sehingga wajib bagi
kita menjaga hak-hak mereka setelah mereka wafat, bersholawat untuk mereka
bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan memohonkan ampunan bagi
mereka serta menjelaskan pujian dan keutamaan mereka.
c. Para sahabat
beliau shallallahu ‘alaihi wasallam .
Imam Al Baihaqi rahimahullah
menyatakan: Masuk dalam kecintaan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam adalah cinta kepada para sahabat beliau, karena Allah telah memuji
mereka dalam firmanNya:
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ
عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ
فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ
السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الإنْجِيلِ
كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ
الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا
وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
Muhammad itu adalah
utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang
kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka: kamu lihat mereka ruku’ dan sujud
mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda meraka tampak pada muka
mereka dari bekas sujud.Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan
sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman mengeluarkan tunasnya
maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak
lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena
Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang
mu’min). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS. Al-Fath:29) dan firman Allah:
لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ
يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ
السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا
Sesungguhnya Allah
telah ridha terhadap orang-orang mu’min ketika mereka berjanji setia kepadamu
di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka lalu
menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan
kemenangan yang dekat (waktunya). (QS.
Al-Fath:18).
Kemudian beliau
rahimahullah menyatakan: “Apabila mereka (para sahabat) telah mendapatkan
kedudukan ini, maka mereka memiliki hak dari jamaah muslimin untuk mencintai
mereka dan mendekatkan diri kepada Allah dengan kecintaan kepada mereka, karena
Allah apabila meridhoi seorang maka Dia mencintainya dan wajib atas seorang
hamba untuk mencintai orang yang Allah cintai.” (Lihat: Syu’abil Iman Al
Baihaqi 1/287)
Umat islam wajib mencintai sahabat, meridhoi mereka dan mendo’akan kebaikan untuk mereka, sebagaimana Allah perintahkan dalam firmanNya:
Umat islam wajib mencintai sahabat, meridhoi mereka dan mendo’akan kebaikan untuk mereka, sebagaimana Allah perintahkan dalam firmanNya:
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا
اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي
قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Dan orang-orang yang
datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa:”Ya Rabb kami, beri
ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari
kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap
orang-orang yang beriman Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi
Maha Penyanyang”. (QS. Al-Hashr:10)
Imam Al Baihaqi rahimahullah
menyatakan: “Apabila telah jelas bahwa mencintai sahabat termasuk iman, maka
mencintai mereka bermakna meyakini dan mengakui keutamaan-kutamaan mereka,
mengetahui setiap mereka memiliki hak yang harus ditunaikan dan setiap yang
perhatian kepada islam diperhatikan serta yang memiliki kedudukan khusus pada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditempatkan pada kedudukannya dan
menyebarkan kebaikan-kebaikan mereka serta mendoakan kebaikan untuk mereka dan
mencontoh semua yang ada dalam permasalahan agama dari mereka. Tidak boleh
mencari-cari kesalahan dan ketergelinciran mereka.” (lihat: Syu’abul Iman
hal 297)
Sedangkan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam kitab Al Aqidah Al Wasithiyah menyatakan: “Diantara ushul (pokok ajaran) Ahlu Sunnah Wal Jamaah adalah selamat hati dan lisan mereka dari mencela para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana disifatkan Allah dalam firmanNya:
Sedangkan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam kitab Al Aqidah Al Wasithiyah menyatakan: “Diantara ushul (pokok ajaran) Ahlu Sunnah Wal Jamaah adalah selamat hati dan lisan mereka dari mencela para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana disifatkan Allah dalam firmanNya:
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا
اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي
قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Dan orang-orang yang
datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa:”Ya Rabb kami, beri
ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari
kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap
orang-orang yang beriman Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi
Maha Penyanyang. (QS. Al-Hashr:10)
dan mentaati Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabda beliau shallallahu
‘alaihi wasallam :
لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَوَ الَّذِي نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْ
أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا
نَصِيفَهُ
Janganlah kalian
mencela para sahabatku, demi Allah seandainya salah seorang kalian berinfaq
emas sebesar gunung uhud, tidak akan menyamai satu mud mereka dan tidak pula
separuhnya.
Mereka (ahlu sunnah)
menerima keutamaan-keutamaan dan martabat-martabat mereka yang telah dijelaskan
dalam Al Qur’an dan As Sunnah serta ijma. Mereka juga mendahulukan orang yang
berinfaq dan berperang sebelum Al fathu –perjanjian Hudaibiyah- atas orang yang
berinfaq dan berperang setelah itu dan mendahulukan para muhajirin atas anshor
serta beriman bahwa Allah telah berfirman kepada orang yang ikut serta perang
Badar dan jumlah mereka tigaratus sekian belas orang: (Berbuatlah sesuka hati
kalian, karena kalian sungguh telah diampuni). (Juga beriman) bahwa tidak ada
seorangpun yang berbaiat dibawah pohon (bai’at ridwan) yang masuk neraka,
bahkan Allah telah meridhoi mereka dan mereka ridhi kepada Allah dan jumlah
mereka lebih dari seribu empat ratus orang. Mereka (ahlu sunnah) bersaksi bahwa
orang yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam persaksikan sebagai ahli
syurga seperti sepuluh orang yang dijanjikan masuk syurga (Al ‘Asyarah), Tsabit
bin Qais bin Syammas dan sahabat-sahabat lainnya dan beriman dengan pernyataan
Amirul Mukminin Ali bin Abi Tholib dan yang lainnya yang telah dinukil secara
mutawatir bahwa sebaik-baik umat ini setelah nabinya adalah Abu Bakar kemudian
Umar dan menetapkan yang ketiga adalah Utsman dan yang keempat adalah Ali
sebagaimana disebutkan dalam atsar dan para sahabat bersepakat mendahulukan
Utsman dalam Bai’at dengan adanya sebagian ahlu sunnah pernah berselisih
tentang Utsman dan Ali setelah kesepakatan mereka mendahulukan Abu bakar dan
Umar, siapakah dari keduanya yang lebih utama? Sebagian orang mencahulukan
Utsman dan diam atau menetapkan keempat adalah Ali dan sebagian lainnya
mendahulukan Ali serta sebagian yang lainnya diam tidak bersikap. Namun perkara
kaum muslimin telah tetap mendahulukan Utsman kemudian Ali, walaupun maslah ini
–yaitu masalah Utsman dan Ali- bukan termasuk pokok dasar (ushul) yang
digunakan untuk menghukumi sesat orang yang menyelisihinya menurut mayoritas
Ahlu Sunnah. Akan tetapi yang digunakan untuk memvonis sesat adalah masalah
kekhilafahannya. Hal itu karena kholifah setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam adalah Abu bakar kemudian Umar kemudian Utsman kemudian Ali. Siapa
yang mencela kekhilafahan salah seorang dari mereka ini maka ia lebih sesat
dari keledai. (Lihat: Majmu’
Fatawa 3/152-153 atau Syarah Al Aqidah Al Wasithiyah Min Kalami Syeikhul Islam
Ibnu Taimiyah, Kholid bin Abdullah Al Mushlih, cetakan pertama tahun 1421 H,
Dar Ibnul Jauzi hal. 177-184).
9. Membenci orang
yang Allah dan RasulNya benci, memusuhi orang yang memusuhi Allah dan rasulNya,
menjauhi orang yang menyelelisihi sunnahnya dan berbuat kebid’ahan dalam agama
dan merasa berat atas semua perkara yang menyelisihi syari’at. Allah berfirman:
لا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ
يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ
أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ
الإيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ
تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ
أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Kamu tidak akan
mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling
berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya,
sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara
ataupun keluarga mereka.Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan
keimanan dalam hati mereka denga pertolongan yang datang daripada-Nya.Dan
dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,
mereka kekal di dalamnya.Allah ridha terhadap mereka dan merekapun merasa puas
terhadap (limpahan rahmat)-Nya.Mereka itulah golongan Allah.Ketahuilah, bhwa
sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung. (QS. Al-Mujaadilah: 22)
Ibnu Taimiyah rahimahullah
berkata: “Seorang mukmin wajib memusuhi karena Allah dan berloyalitas karena
Allah. Apabila disana ada Mukmin maka wajib memberikan loyalotas kepadanya
–walaupun ia berbuat dzolim- karena kedzoliman tidak memutus loyalitas iman,
Allah berfirman:
وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا
فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأخْرَى فَقَاتِلُوا
الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا
بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا
اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Dan jika ada dua
golongan dari orang-orang mu’min berperang maka damaikanlah antara
keduanya.Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap
golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga
golongan itu kembali, kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali
(kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan
berlaku adillah.Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya
orang-orang mu’min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. (QS.
Al-Hujuraat: 9-10)
Allah sebutkan
persaudaraan walaupun terjadi peperangan dan perbuatan aniaya dan memerintahkan
perdamaian diantara mereka. Sehingga diwajibkan memberikan loyalitas kepada
mukmin walaupun ia mendzolimimu dan berbuat aniaya padamu sedangkan orang kafir
wajib dimusuhi walaupun memberimu dan berbuat baik padamu. Hal ini karena Allah
telah mengutus para Rasul dan menurunkan kitab suci agar agama ini semua
untukNya, sehingga cinta, pemuliaan dan pahala untuk para waliNya sedangkan
kebencian, kehinaan dan siksaan untuk para musuhNya. Apabila berkumpul pada
seseorang kebaikan, keburukan dan kefajiran, ketaatan dan kemaksiatan, sunnah
dan bid’ah, maka berhak mendapatkan loyalitas dan pahala sesuai dengan kebaikan
yang dimilikinya dan berhak mendapatkan permusuhan dan siksaan sesuai dengan
keburukan yang dimilikinya. Sebab berkumpul pada satu orang tersebut factor
yang menghasilkan pemuliaan dan penghinaan, lalu berkumpul ini dan itu, seperti
maling (pencuri) yang fakir dipotong tangannya karena mencuri dan diberi dari
baitulmal sesuatu yang mencukupi kebutuhannya. Ini adalah dasar pokok (asal)
yang disepakati Ahlu Sunnah wal jama’ah.
(Lihat: Majmu’ Fatawa 27/208-209).
Demikianlah sebagian tanda dan bukti penting kecintaan kita kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam semoga Allah memudahkan kita untuk mendapatkan dan merealisasikannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Wabillahi taufiq.
Demikianlah sebagian tanda dan bukti penting kecintaan kita kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam semoga Allah memudahkan kita untuk mendapatkan dan merealisasikannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Wabillahi taufiq.
(Sebagian besar
materi makalah ini diambil dari kitab Huquq Al Nabi ‘Ala Umatihi Fi Dhu’il
Kitab Was Sunnah, DR Muhammad Kholifah Al Tamimi, cetakan pertama tahun
1418 H, Penerbit Adwaa’ Al Salaf)
Penulis: Kholid Syamhudi
Lc